Para tokoh psikologi pada priode tarakhir atau keempat ini sangat menaruh perhatian besar terhadap perkembangan spiritual manusia modern yang didasarkan oleh ritual-ritual keagamaan, yang dijalani oleh setiap pemeluk agama, baik itu agama Islam, Kristen, Budha, Hindu, agama kepercayaan, seperti Animisme dan Dinamisme.
Erba Rozalina Yulianti (2011 : 11) di antara para psikologi yang melirik tranpersonal, misalnya Abraham Maslow (1908-1970), menyatakan bahwa, “seseorang yang mengalami pengalaman puncak transendensi diri itu ialah orang yang:
a. Memiliki emosi yang amat kuat dan mendalam mirip seperti ektase,
b. Merasakan kedamaian atau ketenangan yang mendalam
c. Merasa selaras, harmonis, atau menyatu dengan alam.
d. Merasa tahu secara lebih mendalam atau memiliki pemahaman yang mendalam
e. Merasa bahwa itu suatu pengalaman yang sangat istimewa yang sukar untuk diceritakan secara mendalam dengan kata-kata.”
Agama yang dimiliki seseorang sejak kecil, yang diajarkan kepada anak-anaknya untuk dipraktikkan semasa kekanak-kanakan secara terus menerus merupakan ritual agama yang menjadi tolak ukur bagaimana seorang anak nanti ketika dewasanya mampu mengamalkan unsur-unsur penting agama, yang tidak lain adalah budi luhur terhadap Sang Pencipta (Theosentri) dan budi luhur terhadap sesama ( Antroposentris).
Kita ambil contoh dalam Islam kita mengenal sholat, yang dimulai dari hubungan kepada Allah yaitu Takbir dan diakhiri dengan salam atau ucapan selamat untuk semua makhluknya.
Agama memegang peran penting pada perkembangan spiritual manusia. Akan tetapi ada sebagian pendapat umum bahwa spiritual itu dimiliki oleh setiap manusia dan setiap agama.
Tranpersonal adalah keadaan dimana seseorang mempunyai rasa bahwa keadaan dirinya sudah mencapai transendensi atau melampaui definisi-definisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian individual yang bersangkutan, yang mana merasa telah menyatu dengan alam.
Dalam Agama Islam transendensi diri sering diistilahkan sebagai “Wihdatul Wujud atau Hulul, atau Ittihad”, yakni seseorang pada tingkat kesadaran tertinggi akan esensi Yang Maha Agung, melalui tahapan emanasi dan ia bisa merasakan kehadiran-Nya di dalam dirinya sebagai wujud penyatuan mistik yang mutlak, karena tidak ada sesuatupun yang ada di alam semesta ini kecuali hanya pancaran dari diri-Nya yang Maha Suci.
Budi Luhur yang timbul dari pengalaman transendensi diri manusia ialah ketika ia menyadari akan pentingnya sosialisasi terhadap sesama makhluk hidup, karena semua yang ada di alam ini merupakan pancaran dari cahaya Allah, jika kita menyakiti apapun yang ada artinya kita menyakiti Allah, meskipun Allah sendiri tidak akan tersakiti oleh apapun dan kapanpun.
ok..good
BalasHapusSebuah karya akan dinilai ilmiah jika teori-teori, konsep, pengertian atau ungkapan memiliki referensinya (tolong ditulis tokoh dan sumbernya?)...
Lakukan ini untuk semua tema...jika memang ada kutipan yang diambil..(boleh dengan catatan kaki atau catatan perut!